Amasia, Benua Baru Bumi Masa Datang
Wajah Bumi
yang ada sekarang jauh berbeda dibandingkan beribu tahun lampau. Bumi
telah tertutup oleh kombinasi raksasa benua-benua yang disebut super
kontinen. Pembentukannya terjadi berkali-kali di masa lalu, dan
diperkirakan bakal kembali terjadi di masa mendatang.
Para peneliti menyatakan superkontinen yang bakal terbentuk selanjutnya bernama Amasia. Superkontinen Amasia terbentuk ketika benua Amerika dan Asia bergeser ke arah utara dan bergabung menutupi Samudera Artik.
Superkontinen adalah daratan raksasa yang terdiri dari lebih dari satu inti benua. Superkontinen yang paling
dikenal bernama Pangaea, pernah menjadi satu-satunya benua di Bumi
sekaligus nenek moyang benua-benua yang ada saat ini. Dinosaurus muncul
di permukaan Bumi diperkirakan ketika zaman Pangaea.
Model konvensional tentang pembentukan superkontinen dibagi menjadi tiga. Pertama, superkontinen terbentuk di atas superkontinen yang ada sebelumnya, dikenal sebagai proses introversi. Jika yang terjadi adalah proses sebaliknya, maka disebut ekstroversi. Adapula proses pembentukan yang disebut orthoversi.
Berdasarkan model ini para peneliti memperkirakan superkontinen Amasia akan terbentuk sebagaimana dulu pada Pangaea. Prosesnya kemungkinan ada dua, yakni benua Amerika dan Asia bergabung dan menutup Samudera Atlantik, atau kedua benua akan bergabung dan menutup Samudera Pasifik.
Kini, para pakar geologi menunjukkan bahwa Amasia mungkin muncul menyamping dari lokasi Pangaea dulu pernah ada, yang sekarang disebut Kutub Utara, melalui proses orthoversi. “Model baru ini tampaknya konsisten dengan model yang menunjukkan bagaimana superkontinen di masa lalu terbentuk,” kata Ross Mitchell, pakar geologi dari Yale University, Amerika Serikat.
Model orthoversi yang digunakan Mitchell dan koleganya mendasarkan pergerakan benua menuju lokasi tepi superkontinen terdahulu. Misalnya, ketika Pangaea pecah, bagian tepinya masuk ke dalam Bumi atau terjadi subduksi. Zona-zona subduksi, yang kini mengelilingi Samudera Pasifik dan dikenal sebagai Cincin Api, yakni lokasi terjadinya banyak gempa bumi dan letusan gunung berapi pada saat ini.
Model orthoversi menyebutkan bahwa zona-zona subduksi mengelilingi bagian-bagian yang kelak membentuk superkontinen. Benua-benua modern akan bergeser baik ke arah utara atau selatan di sekitar Cincin Api. Karena kemunculan Laut Karibia di antara Amerika Utara dan Selatan serta Samudera Artik di antara benua Amerika dan Asia, para peneliti memprediksi benua Amerika dan Asia akan bergeser ke arah utara, bukan ke selatan, dan bertemu di Kutub Utara membentuk superkontinen Amasia.
Untuk melihat model mana yang bakal membentuk superkontinen Amasia, para peneliti mencoba melihat model terbaik yang membentuk superkontinen di masa lalu. Ini termasuk untuk Pangaea dan Rodinia, yang terbentuk antara 750 juta sampai 1,1 miliar tahun lalu, serta Nuna, yang terbentuk antara 1,5 juta sampai 1,8 juta tahun lalu.
Temuan ini membantu para peneliti lebih memahami sejarah kehidupan di Bumi, dengan mencari tahu lokasi benua-benua pada masa lalu serta bagaimana organisme awal tersebar. “Benua-benua dengan catatan fosil yang sama kemungkinan saling berbagi leluhur karena dulunya saling terhubung,” kata Mitchell.
Model konvensional tentang pembentukan superkontinen dibagi menjadi tiga. Pertama, superkontinen terbentuk di atas superkontinen yang ada sebelumnya, dikenal sebagai proses introversi. Jika yang terjadi adalah proses sebaliknya, maka disebut ekstroversi. Adapula proses pembentukan yang disebut orthoversi.
Berdasarkan model ini para peneliti memperkirakan superkontinen Amasia akan terbentuk sebagaimana dulu pada Pangaea. Prosesnya kemungkinan ada dua, yakni benua Amerika dan Asia bergabung dan menutup Samudera Atlantik, atau kedua benua akan bergabung dan menutup Samudera Pasifik.
Kini, para pakar geologi menunjukkan bahwa Amasia mungkin muncul menyamping dari lokasi Pangaea dulu pernah ada, yang sekarang disebut Kutub Utara, melalui proses orthoversi. “Model baru ini tampaknya konsisten dengan model yang menunjukkan bagaimana superkontinen di masa lalu terbentuk,” kata Ross Mitchell, pakar geologi dari Yale University, Amerika Serikat.
Model orthoversi yang digunakan Mitchell dan koleganya mendasarkan pergerakan benua menuju lokasi tepi superkontinen terdahulu. Misalnya, ketika Pangaea pecah, bagian tepinya masuk ke dalam Bumi atau terjadi subduksi. Zona-zona subduksi, yang kini mengelilingi Samudera Pasifik dan dikenal sebagai Cincin Api, yakni lokasi terjadinya banyak gempa bumi dan letusan gunung berapi pada saat ini.
Model orthoversi menyebutkan bahwa zona-zona subduksi mengelilingi bagian-bagian yang kelak membentuk superkontinen. Benua-benua modern akan bergeser baik ke arah utara atau selatan di sekitar Cincin Api. Karena kemunculan Laut Karibia di antara Amerika Utara dan Selatan serta Samudera Artik di antara benua Amerika dan Asia, para peneliti memprediksi benua Amerika dan Asia akan bergeser ke arah utara, bukan ke selatan, dan bertemu di Kutub Utara membentuk superkontinen Amasia.
Untuk melihat model mana yang bakal membentuk superkontinen Amasia, para peneliti mencoba melihat model terbaik yang membentuk superkontinen di masa lalu. Ini termasuk untuk Pangaea dan Rodinia, yang terbentuk antara 750 juta sampai 1,1 miliar tahun lalu, serta Nuna, yang terbentuk antara 1,5 juta sampai 1,8 juta tahun lalu.
Temuan ini membantu para peneliti lebih memahami sejarah kehidupan di Bumi, dengan mencari tahu lokasi benua-benua pada masa lalu serta bagaimana organisme awal tersebar. “Benua-benua dengan catatan fosil yang sama kemungkinan saling berbagi leluhur karena dulunya saling terhubung,” kata Mitchell.
0 komentar:
Post a Comment